Pre-Romanesque and Romanesque Architecture (Arsitektur Pra-Romanesk dan Romanesk)


CAROLINGIAN PRE-ROMANESQUE

Charlemagne diangkat menjadi Holy Roman Emperor oleh Paus Leo III di Roma. Pada masa kepemimpinannya, lewat militer dan kekuatan administratif, ia menyatukan sebagian besar wilayah Eropa dan dengan ini muncullah harapan untuk perbaruan peradaban orang-orang Eropa.

charlemagne

     Tiga ratus tahun sebelum Charlemagne, bagian barat dari kekaisaran Romawi telah terpecah-pecah menjadi bagian-bagian dari negara regional dan tribal yang disebabkan oleh gelombang serangan orang-orang Barbar. Antara abad ke 6 dan ke 8, budaya Yunani-Romawi pudar dan menghilang. Di sepanjang pantai Mediterania, perdagangan tidak dapat berjalan karena serangan-serangan yang terjadi. Hal ini menyebabkan ekonomi yang semakin menurun dan berhentinya kehidupan di kota. Bahkan, Roma yang merupakan kota besar dengan populasi awal mencapai satu juta jiwa berkurang drastis menjadi krang dari lima belas ribu jiwa. Yang terjadi adalah terbentuk tempat tinggal yang berbentuk pedesaan. Dang yang menggantikan keantikan tingkat sosial yang dulunya banyak, di awal abad pertengahan, populasi di Eropa didominasi oleh orang miskin, pendeta, dan prajurit.

     Dengan berakirnya kota-kota, kekayaan dan kebudayaan di Romawi, ini berarti sangat banyak bangunan monumental yang berkurang. Bangunan yang dibangun berkisar antara 500-700 buah. Gereja besar dengan lorong masih ada, tetapi yang berhasil bertahan kebanyakan adalah gereja yang kecil, berbentuk seperti kotak yang terbatas dengan satu sampai dua buah ruangan yang belum tentu memiliki proporsi dan struktur yang baik. Walaupun banyak kemunduran yang terjadi, garis kehidupan keantikan Eropa bertahan. Praktek tradisi arsitektur Romawi hilang, namun bangunan-bangunan Romawi yang dibangun dulu tetap berdiri di Eropa. Hal ini merupakan keberadaan fisik, meskipun hanya reruntuhan, yang mengundang pandangan takjub, kekaguman dan tak jarang peniruan.

     Dalam pikiran Charlemagne, gambaran dari ‘kerajaan’ dan ‘kekaisaran’ kembali lagi ke Roma. Badan politik yang dibuat olehnya dari serpihan Eropa barat tidak sama dengan sistem politik Romawi, tetapi sistem itu dianggap sebagai kelahiran kembali dari sistem yang lama sebagai Holy Roman Empire.

     Jika Kekaisaran Romawi dapat lahir kembali, maka begitu juga dengan arsitektur Romawi. Hal ini tidak terjadi secara kebetulan. Charlemagne menetapkan kebijakan resmi yang kuat tentang menghidupkan kembali kebudayaan Romawi yang hilang, khususnya budaya Roma Kristen pada masa Konstantinopel. Bahkan sebelum tahun 800, kampanye untuk menegakkan bangunan yang mirip dikeluarkan oleh Charlemagne. Hasilnya adalah bangunan arsitektur yang merupakan tiruan dari percampuran budaya basilika konstantin dan keantikan ‘orang barbar’serta memiliki stuktur inovatif yang menjanjikan di masa depan. Bangunan ini adalah Kapel Palatine.

kapel palatine

     Kapel Palatine dibangun antara 796-805 di dalam istana Charlemagne menggunakan struktur Carolingian yang unggul. Sebuah kubah, dengan dua lapis dinding, dua lantai segi delapan, kapel tersebut melambangkan arsitektur dengan gaya Early Christian dan Bizantin. Apa yang Charlemagne dan para arsiteknya lakukan pada saat itu adalah membangun kembali S.Vitale, salah satu bangunan antik paling impresif yang sudah tidak ada, dengan menggunakan struktur arsitektur Romawi pada masa Colosseum. Pergabungan arsitektural ini memberikan arah baru terhadap perkembangan arsitektur pada abad pertengahan. Penekanan pada kesatuan yang rasional, perbatasan antar ruang yang jelas, konstruksi modular berantai, dan fragmentasi adalah beberapa dari banyak ciri-ciri arsitektur Romanesque yang paling jelas.

S.Vitale

ROMANESQUE

      Salah satu kontribusi arsitektur Romanesque yang paling tua adalah saat kelahiran kembali Holy Roman Empire. Gaya imperial romanesque yang ini banyak melihat kembali pada karya-karya pada masa kejayaan Charlemagne dan juga mengikuti style arsitektur pada masa Early Christian, Imperial Romawi, bahkan Bizantin. Contoh yang paling mengagumkan adalah katedral Munster di Essen.

     Katedral Munster mengikuti gereja Carolinian Basilika, hanya saja interiornya menggunakan style carolinian dan bizantin yang sudah jauh lebih kompleks. Dinding di lorong-lorongnya yang menggunakan gaya Bizantin, dilubangi dengan bentuk kubah yang berderet-deret. Kubah ini dijadikan galeri, hampir mirip dengan yang ada di Kapel Palatin.

     Di Essen, kita dapat melihat betapa bebasnya desain-desain yang ada, sangat kontras dengan style Bizantin yang menjunjung tinggi kesempurnaan dan juga style arsitektur Charlemagne yang menggunakan syle formal yang kaku.

     Nevers adalah tempat dimana arsitektur bergaya Romanesque pertama kali menggunakan lukisan dan pahatan di dinding-dindingya. Gereja ini adalah St.Etienne. Gereja St.Etienne ini adalah salah satu dari bangunan-bangunan Romanesque yang mengundang paradigma. Bagian dalamnya terdapat kolom-kolom yang didirikan secara berirama, diperkuat oleh diding penopang yang bertolak belakang dengan garis-garis horizontal yang dibentuk di kolomnya.

St.Etienne

     Katedral Durham adalah salah satu contoh bangunan dengan gaya arsiteur Romanesque yang dibangun saat masa peralihan arsitektur Romanesque ke arsitektur Gotik. Durham adalah titik balik dari arsitektur Eropa. Druham menggunakan bingkai-bingkai kubah yang membuktikan betapa krusialnya hal tersebut untuk arsitek antarbenua, yaitu orang Norman dan Prancis, yang memelopori style Gotik.

     Pada abad ke 12 Romanesque Inggris, satu tipe penting dapat ditemui di Inggris barat, desain dari Tewksbury dan Gloucester, di mana dinding bagian atas yang berat dan tertutup didukung oleh arkus-arkus yang diletakkan di atas kolom yang tinggi dan besar. Bentuk raksasa inilah yang membuat mood dari arsitektur Inggris tidak terdefinisi, tapi banyak sekali drama. Keadaan yang diciptakan di sini tentu berbeda dengan model Burgundi dari gereja St.Savin-sur-Gartempe yang menghasilkan suasana yang optimis dan ekperimentalis.